Ada
Hikmah Di Balik Kemah
Namaku Alif Abdilah dan biasa di
panggil Alif oleh teman-temanku. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana,
orang tuaku hanya seorang petani. Aku anak tunggal yang semua keinginanku harus
terpenuhi. Selepas ujian SMP akhirnya aku dinyatakan lulus. Setelah lulus aku
berencana masuk SMA favorit dan letaknya cukup jauh dari rumah yaitu sekitar 2
jam. Awalnya kedua orangtuaku tidak setuju aku sekolah di SMA itu.
“ Le, kamu sekolah di dekat-dekat sini saja
ya,” kata ibuku.
Dengan tegas aku menjawab “harusnya
ibu bangga punya anak yang bisa sekolah di tempat favorit, bukan malah menyuruh
anaknya untuk sekolah di sekolah swasta yang muridnya sedikit”.
Iya le, ibu sangat tau apa yang
kamu inginkan, ibu juga bangga jika kamu bisa masuk SMA favorit, tapi. Tapi apa
bu ? aku memotong pembicaraan ibuku. “ibu dan bapakmu kan sudah tua, apa tidak
sebaiknya kamu tetap sekolah disini. Lagi pula kamu kan belum pernah jauh dari
kami”, sambungnya.
”Kalau aku bisa sekolah di tempat
favorit aku pasti bisa sukses dan bisa ganti uang yang ibu keluarin buat
sekolahku”. Kataku.
Dengan lemah lembut ibu menjawab “ibu tidak
mempermasalahkan tentang biaya le, ibu dan bapakmu kan masih bisa bekerja tapi
ibu hanya ingin kamu tetap di rumah, kamu adalah anak satu-satunya ibu kalau
bukan kamu yang dirumah nemenin kita terus siapa lagi.
Aku kan pergi sekolah bu, lagian
seminggu sekali kan bisa pulang, dengan kesal aku langsung masuk kamar”.
Terlihat wajah ibuku yang kecewa
bercampur sedih ketika mengetahui aku tetap bersikukuh untuk sekolah di kota.
“Ibu dan bapakmu tidak bisa
berbuat apa-apa le, selain mendukungmu dan mendoakanmu agar kamu jadi anak yang
berguna nantinya, kata ibuku”.
Mendengar pernyataan ibu aku
langsung bergegas ke kamar untuk menyiapkan persyaratan untuk mendaftar di SMA
favorit. Aku yakin jika aku pasti di terima karena pada dasarnya aku siswa yang
cukup pandai dan selalu dapat peringkat 3 besar. Ketika malam tiba, persyaratan
yang akan di bawa ke SMA sudah siap dan tinggal menunggu besok pagi.
Tok..tok..tok.. ibu mengetuk
pintu kamarku “ sudah pagi le ayo cepat bangun sholat shubuh dulu lalu
siap-siap katanya mau mendaftar sekarang”.
Karena aku baru sadar kalau aku
mau ke SMA aku langsung buru-buru mandi dan tidak sholat shubuh, walaupun orang
tuaku taat beribadah tetapi aku jarang-jarang sholat. Aku sholat kalau disuruh
ibu atau bapak, itu aja tidak selalu aku hiraukan terkadang aku hanya menjawab
iya tanpa melaksanakannya. Setelah mandi aku sarapan pagi bersama orang tuaku.
“ kamu mau berangkat sama siapa le?, kata
bapak”. Berangkat sama hendri pak, hendri juga mau mendaftar disana katanya.
Hendri adalah teman dekatku ketika SMP, dia adalah anak orang kaya di desaku.
“syukur lah kalau kamu ada temannya, pesan
bapak kamu hati-hati dijalan kamu kan jarang pergi ke kota”. Iya pak.
Setelah selesai sarapan lalu aku berpamitan
dan langsung berangkat karena hendri sudah menungguku di depan rumah.
Sesampainya di parkiran sekolah
kami kebingungan, ya maklum saja kami kan anak baru jadi belum tau tempat
pendaftarannya lagi pula sekolahnya juga besar tidak seperti SMPku dulu. Tidak
lama kemudian ada pak satpam lewat.
“Pak..pak.. aku memanggil.
Iya de, ada apa?
Tempat pendaftaran siswa baru
dimana ya?
Di ruang A dekat Lab Kimia, ade
lurus saja nanti belok kanan, kata pak satpam.
Terimakasih pak
Dengan langkah percaya diri kami
menuju ruang pendaftaran. Lalu kami langsung menyerahkan berkas-berkasnya,
syarat di terima di sekolah ini salah satunya adalah dengan nilai rapot. Saya
semakin percaya diri untuk di terima disini, tetapi hendri agak pesimis, hendri
adalah murid yang biasa-biasa saja ketika di SMP tidak terlalu pintar juga
tidak terlalu bodoh tetapi karena orang tuanya yang kaya mengharuskan hendri
untuk sekolah di SMA favorit. Setelah menyerahkan berkas-berkas dan mengisi
formulir pendaftaran kami tidak langsung pulang, kami keliling sekolah dulu.
Suasana sekolah sangat sepi karena kebetulan memang libur panjang setelah UKK,
di sekolah hanya ada beberapa guru dan siswa yang menjadi panitia pendaftaran
siswa baru. Setelah kami puas keliling sekolah kami berniat untuk langsung
pulang.
Ketika pulang tiba-tiba di tengah
perjalanan hendri mengajakku mampir ke warung untuk makan siang. Aku langsung
mengiyakan saja karena kebetulan perutku juga sudah lapar sekali. Makan saja
sepuasmu nanti aku yang bayar, ujar hendri. Beneran nih hen kamu yang mau bayar
semuanya. Iya beneran lah, kan aku yang ngajak kamu kesini,. Sering-sering aja
kamu nraktir aku hen, byar uang jajanku utuh, dalam hatiku berkata. Tak terasa
waktu sudah semakin sore. “ayo hen kita pulang udah sore nih, bisa-bisa sampai
rumah kemaleman”, kataku.
Allahu akbar Allahu akbar, adzan
magrib pun sudah berkumandang tetapi aku belum sampai rumah. Di saat yang
bersamaan ibu sedang gelisah menungguku, tidak biasanya aku belum pulang,
pikirnya. Tidak lama kemudian aku sampai rumah.
“Kamu darimana saja le, kok jam
segini baru sampai rumah ibu dari tadi menunggumu”.
“Ya dari sekolah lah bu, kan aku
habis daftar, udah lah bu aku mau mandi terus istirahat aku capek”, kataku.
“Ya sudah sana le, nanti jangan
lupa sholat magrib terus makan ya ibu sudah siapkan makanan buat kamu, kamu
pasti laper”.
“Aku sudah kenyang bu, sambil
masuk rumah”.
“Tapi ibu sudah masak makanan
kesukaanmu le”.
Dengan suara meninggi aku menjawab, “aku sudah
kenyang bu, aku juga capek mau istirahat”.
“ Sudahlah bu, kalau memang tidak
mau makan ya jangan di paksa yang penting ibu kan sudah menyuruhnya, ujar bapak
sambil mengajak ibu masuk ke dalam rumah”.
Setelah satu minggu menunggu,
akhirnya hari ini tiba waktunya pengumuman penerimaan siswa baru. Seperti biasa
ibu selalu membangunkanku dan menyiapkan sarapan pagi untukku. Setelah aku
selesai sarapan ternyata hendri belum juga datang menjemputku. Padahal kemarin
sudah sepakat untuk berangkat bareng seperti waktu pendaftaran satu minggu
silam. Tiba-tiba ibu datang dan menanyakan kenapa aku belum berangkat.
“le kenapa kamu belum berangkat”.
Dengan cetus aku menjawab “hendri
aja belum kesini, gimana aku mau berangkat. Makannya aku belikan motor biar
bisa ke sekolah sendiri”.
“kamu belum jadi masuk sekolah
aja udah minta ini itu, gimana besok kalau udah sekolah”. kata bapak dari dalam
rumah ketika mendengar percakapanku dengan ibu.
Tidak lama kemudian hendri datang
dan kami langsung berangkat tanpa berpamitan dengan ibu dan bapak.
“lihat bu kelakuan anak kita,
semakin besar bukannya semakin hormat sama kita malah justru semakin
membangkang saja”.
Dengan lembut ibu menjawab “yang sabar pak,
kita doakan saja supaya anak kita diterima dan kelak bisa menjadi orang yang
berguna”.
Ketika di jalan aku menanyakan ke
hendri kenapa tadi telat menjemputku.
“Kamu tadi kemana aja hen, kok
lama datangnya biasanya kan on time, tanyaku ketika di jalan.
“Sorry lif, aku tadi bangun
kesiangan gara-gara semalam main ps”.
“ Oh gitu, aku udah pengin
cepet-cepet sekolah di SMA nih, bt dirumah terus nggak ada kegiatan nggak ada
temen juga”.
Sepanjang jalan banyak hal yang aku bicarakan
dengan hendri dan tidak terasa kami sudah sampai di sekolah. dengan perasaan
deg-degan kami langsung menuju ruang kelas untuk mengetahui apakah kami
diterima atau tidak. Setelah di dalam kelas kami di panggil satu persatu untuk
mengambil amplop, ketika namaku dipanggil aku langsung mengambil dan membuka
amplopnya dan ternyata aku di terima. Rasa deg-degan pun berubah menjadi rasa
senang dan bahagia. Akhira aku bisa sekolah di SMA favorit dimana sekolah ini
sudah aku idam-idamkan dari dulu, selain siswanya yang pintar-pintar juga
cantik-cantik. Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian hendri juga dipanggil dan
ternyata hendri juga di terima.
“Syukur lah kalau kamu diterima,
jadi kan aku ada temennya dari rumah. Kataku”.
Seperti waktu itu, hendri tidak
langsung mengajak pulang, tapi hendri mengajakku jalan-jalan keliling kota dan menraktirku makan-makan. Mungkin hendri
tidak menyangka karena dengan nilainya yang pas-pasan bisa di terima di sekolah
favorit yang mayoritas siswanya pintar-pintar. Tapi tak masalah buatku yang
terpenting hari ini aku bisa senang-senang.
Tak kusadari ternyata waktu sudah
hampir magrib dan aku belum pulang, pasti nanti sampai rumah ibu banyak
tanya.pikirku dalam hati.
“Kalau pulang malam memangmya
kamu nggak di marahi sama orangtuamu hen, kataku.
“Ibu dan bapakku jarang di rumah
dia sibuk dengan urusannya masing-masing”.
“ Ya sudah kalau gitu kita pulang
aja ya, nanti kalau kemalaman jalannya juga semakin sepi”.
Ketika di perjalanan ternyata
motor hendri bannya bocor dan karena waktunya sholat magrib jadi tidak ada
bengkel yang buka. Bukannya kami mencari masjid untuk sholat magrib justru kami
memutuskan untuk jalan kaki sambil mendorong motor dan mencari bengkel yang
buka. Setelah 30 menit mendorong motor ternyata masih ada bengkel yang buka.
“Untung aja masih ada bengkel
yang buka ya lif”, kata hendri.
“ Iya hen, coba kalau tidak
bisa-bisa kita dorong sampai rumah, kan nggak lucu”.
“ Kenapa dek motornya, ada yang
bisa di bantu”.
“ Ini pak bannya bocor tolong di
tambal ya, kata hendri”.
“Iya dek, memangnya kalian
darimana kok masih pakai seragam sekolah, sambungnya. Kami dari sekolah pak,
melihat pengumuman penerimaan siswa baru”.
“ Tapi kenapa sampai jam segini
baru pulang”.
“ Tadi kami jalan-jalan dulu pak
mumpung di kota”.
“Dasar anak jaman sekarang,
memangnya kalian tidak kasian sama orang tua kalian, mereka pasti khawatir
nunggu kalian belum pulang.
“Sebelum berangkat kami sudah
ijin mau pulang telat kok pak”.
“ Bapak tukang bengkelnya hanya
menggeleng-gelengkan kepala”.
Setelah motornya jadi kami
langsung cepat-cepat pulang. Sesampainya di rumah ternyata ibu dan bapak sudah
menungguku di depan rumah.
“Darimana saja kamu jam segini
baru pulang”, kata bapaku dengan suara agak keras.
“Tadi ban motor hendri bocor
makannya pulangnnya jadi kemalaman”, kataku sambil menyerahkan amplop yang tadi
siang di bagikan di sekolah.
“Apa ini le? Kata ibuku”.
“ Di buka saja bu, aku mau madi
terus istirahat”.
Ketika aku masuk ke dalam rumah, ibu dan
bapakku membuka amplop. “Alhamdulillah anak kita diterima pak. “Iya bu tapi bagaimana masalah biaya”. Itu di
pikirkan besok saja pak.
Masa MOS sudah aku lalui, pembelajaran
pun sudah di mulai. Dan aku baru tau ternyata di sekolahku yang baru ini
ekstrakulikuler pramuka di wajibkan. Jelas ini membuatku kaget, karena dari
dulu aku tidak menyukai pramuka. Bahkan ketika aku di SMP aku tidak mau
mengikuti kegiatan pramuka.
Ekstrakulikuler pramuka di adakan
setiap hari jum’at siang, rasanya malas sekali mau berangkat. Bagiku lebih baik
menghabiskan waktu untuk main atau tidur daripada menghabiskan waktu untuk
kegiatan pramuka yang kebanyakan hanya tepuk-tepuk. Ketika aku pertama kali
mengikuti kegiatan pramuka aku berangkatnya telat, dan sialnya aku kena marah
dewan ambalan (DA). Dengan suara lantang tiba – tiba ada kakak dewan yang
menyuruhku untuk lari
“ dek lari dek, baru pertama berangkat udah
telat.”.
Dalam hati aku merasa kesal
sekali rasanya pengin marah, masa aku di suruh-suruh lari kalau tau mau kaya
gini tadi nggak usah berangkat “pikirku dalam hati’. Setelah aku menaruh tas di
kelas ada suara peluit tanda apel segera di mulai. Ketika apel berlangsung semua
peserta rapih dan tertib tidak ada yang bersuara karena jika dari kami ada yang
tidak tertib kakak dewan langsung menegur kami. Setelah apel berlangsung
sekarang saatnya untuk periksa kerapihan dari ujung kaki sampai ujung kepala.
Dan ya ampun, lagi-lagi aku kena marah, ternyata aku banyak melanggar dari
sepatu, kaos kaki, ikat pinggang, kuku dan rambut. Karena hari ini baru pertama
kali kegiatan jadi aku hanya di hukum 20 kali push up, tapi rasanya sudah malas
sekali. Dan hari ini hanya perkenalah pramuka di sekolahku saja.
Hari sabtu adalah hari yang aku
tunggu-tunggu, aku ingin segera pulang. Bukan karena ingin bertemu ibu atau
bapak tapi karena uang sakuku sudah mau habis. Setelah pulang sekolah aku
langsung cepat-cepat pulang ke rumah, sesampainya di rumah ternyata bapakku
sedang sakit.
“Alhamdulillah le, kamu pulang
juga gimana betah nggak di kos dan sekolah barumu”.kata ibuku.
“Ya jelas betah lah bu, orang
disana sudah jadi pilihanku”. Jawabku.
“syukur le kalau kamu betah disana kamu sudah
makan apa belum tapi ibu cuma masak nasi sama tempe, bapakmu sekarang
sakit-sakitan dan jarang pergi ke sawah, ibu juga harus merawat bapakmu di
rumah”.
“Bukannya aku kasihan malah
semakin membentak “ kalau ibu sama bapak tidak bekerja terus bagaimana
sekolahku bu”.
Dengan sabarnya ibu menjawab “
kamu tidak usah khawatir le, ibu pasti bekerja setelah bapakmu benar-benar
sembuh, kamu tidak usah memikirkan biaya sekolah yang terpenting kamu belajar
supaya pintar”.
“ya sudah aku mau istirahat”. Jawabku singkat
lalu aku masuk kamar.
Minggu sore aku bersiap-siap
untuk berangkat ke kos-kosan.
“bu aku mau berangkat, mana uang
sakunya”.kataku.
“ibu minta tolong sebentar ya le,
tolong belikan obat buat bapakmu”.
“ini sudah sore bu, aku harus cepat-cepat
berangkat lagi pula hendri sudah menungguku di depan”.
“Ya sudah kalau kamu tidak bisa,
nanti ibu yang belikan obat buat bapakmu, ini uang buat kamu selama seminggu”
dengan mengacungkan uang 1 lembar berwarna biru atau 50.000.
“ kalau Cuma segini kurang bu.
Tapi ibu sudah tidak punya uang lagi le”.
“ Pokoknya aku minta 200.000
sekarang juga”.
“Ibu dapat uang dari mana le”.
“ Aku tidak mau tau bu”,
“ ya sudah le kamu tunggu
sebentar ibu mau pinjam uang ke ibu defi”.
Ibu defi adalah tetanggaku
sekaligus orang yang paling kaya di desaku. Tidak lama kemudian ibu membawa
uang 150.000 lalu di kasik ke aku.
“ Ya sudah aku mau berangkat ini
sudah sore”, aku berangkat tanpa mencium tangan ibu bahkan mengucap salam pun
tidak.
Semakin hari aku semakin tidak
ingin pulang, bahkan sampai berminggu-minggu bahkan bernulan-bulan aku tidak
pulang. Namun sebelum berangkat aku harus meminta uang saku lebih banyak dari
sebelum-sebelumnya.
Hari-hariku aku habiskan di
sekolah dan di kos-kosan, kegiatan pramuka adalah Satu-satunya kegiatan di luar
pelajaran biasa. Kalau tidak wajib mungkin aku tidak mengikutinya. Setelah
sekian minggu melakukan kegiatan pramuka di dalam sekolah, dan sebentar lagi
akan diadakan kemah di luar sekolah. Aku di utus untuk menjadi ketua sanggaku,
awalnya aku tidak mau tetapi karena paksaan dari teman-teman akhirnya aku
menyetujuinya. Mulai dari menyiapkan perlengkapan, yel-yel, pentas seni dll.
Aku yang selalu mengkoordinir teman-teman kelompokku. Setelah hari H aku
semangat sekali mungkin karena persiapan sudah benar-benar matang, kami
berangkat dari sekolah sekitar jam 10 pagi dan sampai di lokasi jam setengah 1
siang. Sesampainya di bumi perkemahan tempat ambalan kami berkemah kami
langsung menuju masjid untuk sholat dzuhur berjamaah. Rasanya asing sekali
buatku, mungkin karena aku jarang sholat. Selesai sholat dzuhur ternyata ada
ceramah dan di jelaskan bahwa “Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah
kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baik kalian kepada
kedua orangtua”. (An-Nisa’: 36)
Upacara pembukaan di mulai, dan
aku masih memikirkan apa yang tadi di sampaikan pak ustadz. Setelah selesai
upacara kami bersiap-siap untuk mendirikan tenda. Setelah tenda sudah jadi
berbagai kegiatan pun di mulai. Dan setiap menjelang waktu sholat ketua sangga
harus mengajak anggotanya untuk ke masjid, awalnya aku ragu-ragu untuk mengajak
teman-temanku karena aku sendiri jarang sholat tapi malah menyuruh orang lain
namun karena sudah menjadi tugasku aku memberanikan diri untuk mengajak temanku
ke masjid.
Hingga tidak terasa waktu sudah
larut malam, kami mulai kelelahan karena kegiatan dari siang sampai malam tadi.
Kami pun di suruh istirahat karena besok masih banyak kegiatan. Baru saja
memejamkan mata kakak dewan sudah membangunkan kami untuk renungan malam,
dengan mata mengantuk aku tetap bangun. Katika renungan malam tidak terasa air
mataku menetes, aku tersadar bahwa selama ini aku sudah menjadi anak yang
durhaka tidak berbakti kepada orang tua. Rasanya aku ingin lari memeluk ibu dan
bapak sambil minta maaf.
Kini aku sadar bahwa pramuka yang
selama ini aku kenal hanya tepuk-tepuk saja ternyata salah besar. Pramuka
adalah sesuatu yang sangat luar biasa, pramuka mempunyai dasa darma yang
benar-benar harus diamalkan dan di mulai dari poin yang pertama bahwa pramuka
harus bersikap cinta dan kasih sayang, setia, patuh adil dan suci. Melaksanakan
ibadah, memperingati hari-hari besar,menghormati agama lain, mengikuti ceramah
keagamaan dan yang paling penting sebagai seorang anak harus berbakti kepada
orang tua.
Ada banyak hal yang aku dapatkan
di perkemahn ini, sepulangnya dari kemah aku akan lagsung pulang ke rumah untuk
meminta maaf kepada ibu dan bapak.
“Assalamualaikum”, kataku sambil
mengetuk pintu rumah,
“ waalaikumsalam le, kamu sudah
pulang, kenapa selama ini jarang pulang. Ibu dan bapakmu mengkhawatirkanmu.
“Maaf bu, aku salah selam ini
sudah sering kali menyakiti hati ibu dan bpakm, aku minta maaf yang
setulus-tulusnya aku berjanji untuk menjadi anak yang berbakti kepada ibu dan
bapak”.
“ Kamu kenapa le, ibu tidak
apa-apa, sudah seharusnya ibu memenuhi segala kebutuhanmu. “Tidak bu, aku sudah
sering menyakiti hati ibu dan bapak”.
Rasanya ketika aku meminta maaf
kepada orang tuaku hati menjadi nyaman, dan kini aku benar-benar sudah mulai
mencintai pramuka. Bulan demi bulan aku lalui hingga ujian kenaikan kelas pun
sudah berlalu kini saatnya memasuki bulan yang suci dan bulan yang penugh
ampunan. Aku punya banyak harapan, aku akan selalu taat beribadah dan selalu
membahagiakan orang tua. Kini setelah aku sadar hidupku lebih bahagia, bukan
karena uang banyak tetapi karena kebersamaan bersama keluarga. Akhirnya aku
bisa menikmati buka dan sahur bersama keluargaku tercinta. Akulah satu-satunya
harapan mereka. Dan yang terpenting aku akan tetap melanjutkan pramuka karena
di dalam pramuka aku mendapat banyak pelajaran yang sangat berharga.