Rabu, 24 Februari 2016

Cerpen/ Ada Hikmah Di Balik Kemah (Eling Sabdo Gusti)


Ada Hikmah Di Balik Kemah
Namaku Alif Abdilah dan biasa di panggil Alif oleh teman-temanku. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana, orang tuaku hanya seorang petani. Aku anak tunggal yang semua keinginanku harus terpenuhi. Selepas ujian SMP akhirnya aku dinyatakan lulus. Setelah lulus aku berencana masuk SMA favorit dan letaknya cukup jauh dari rumah yaitu sekitar 2 jam. Awalnya kedua orangtuaku tidak setuju aku sekolah di SMA itu.
 “ Le, kamu sekolah di dekat-dekat sini saja ya,” kata ibuku.
Dengan tegas aku menjawab “harusnya ibu bangga punya anak yang bisa sekolah di tempat favorit, bukan malah menyuruh anaknya untuk sekolah di sekolah swasta yang muridnya sedikit”.
Iya le, ibu sangat tau apa yang kamu inginkan, ibu juga bangga jika kamu bisa masuk SMA favorit, tapi. Tapi apa bu ? aku memotong pembicaraan ibuku. “ibu dan bapakmu kan sudah tua, apa tidak sebaiknya kamu tetap sekolah disini. Lagi pula kamu kan belum pernah jauh dari kami”, sambungnya.
”Kalau aku bisa sekolah di tempat favorit aku pasti bisa sukses dan bisa ganti uang yang ibu keluarin buat sekolahku”. Kataku.
 Dengan lemah lembut ibu menjawab “ibu tidak mempermasalahkan tentang biaya le, ibu dan bapakmu kan masih bisa bekerja tapi ibu hanya ingin kamu tetap di rumah, kamu adalah anak satu-satunya ibu kalau bukan kamu yang dirumah nemenin kita terus siapa lagi.
Aku kan pergi sekolah bu, lagian seminggu sekali kan bisa pulang, dengan kesal aku langsung masuk kamar”.
Terlihat wajah ibuku yang kecewa bercampur sedih ketika mengetahui aku tetap bersikukuh untuk sekolah di kota.
“Ibu dan bapakmu tidak bisa berbuat apa-apa le, selain mendukungmu dan mendoakanmu agar kamu jadi anak yang berguna nantinya, kata ibuku”.
Mendengar pernyataan ibu aku langsung bergegas ke kamar untuk menyiapkan persyaratan untuk mendaftar di SMA favorit. Aku yakin jika aku pasti di terima karena pada dasarnya aku siswa yang cukup pandai dan selalu dapat peringkat 3 besar. Ketika malam tiba, persyaratan yang akan di bawa ke SMA sudah siap dan tinggal menunggu besok pagi.
Tok..tok..tok.. ibu mengetuk pintu kamarku “ sudah pagi le ayo cepat bangun sholat shubuh dulu lalu siap-siap katanya mau mendaftar sekarang”.
Karena aku baru sadar kalau aku mau ke SMA aku langsung buru-buru mandi dan tidak sholat shubuh, walaupun orang tuaku taat beribadah tetapi aku jarang-jarang sholat. Aku sholat kalau disuruh ibu atau bapak, itu aja tidak selalu aku hiraukan terkadang aku hanya menjawab iya tanpa melaksanakannya. Setelah mandi aku sarapan pagi bersama orang tuaku.
 “ kamu mau berangkat sama siapa le?, kata bapak”. Berangkat sama hendri pak, hendri juga mau mendaftar disana katanya. Hendri adalah teman dekatku ketika SMP, dia adalah anak orang kaya di desaku.
 “syukur lah kalau kamu ada temannya, pesan bapak kamu hati-hati dijalan kamu kan jarang pergi ke kota”. Iya pak.
 Setelah selesai sarapan lalu aku berpamitan dan langsung berangkat karena hendri sudah menungguku di depan rumah.
Sesampainya di parkiran sekolah kami kebingungan, ya maklum saja kami kan anak baru jadi belum tau tempat pendaftarannya lagi pula sekolahnya juga besar tidak seperti SMPku dulu. Tidak lama kemudian ada pak satpam lewat.
“Pak..pak.. aku memanggil.
Iya de, ada apa?
Tempat pendaftaran siswa baru dimana ya?
Di ruang A dekat Lab Kimia, ade lurus saja nanti belok kanan, kata pak satpam.
Terimakasih pak
Dengan langkah percaya diri kami menuju ruang pendaftaran. Lalu kami langsung menyerahkan berkas-berkasnya, syarat di terima di sekolah ini salah satunya adalah dengan nilai rapot. Saya semakin percaya diri untuk di terima disini, tetapi hendri agak pesimis, hendri adalah murid yang biasa-biasa saja ketika di SMP tidak terlalu pintar juga tidak terlalu bodoh tetapi karena orang tuanya yang kaya mengharuskan hendri untuk sekolah di SMA favorit. Setelah menyerahkan berkas-berkas dan mengisi formulir pendaftaran kami tidak langsung pulang, kami keliling sekolah dulu. Suasana sekolah sangat sepi karena kebetulan memang libur panjang setelah UKK, di sekolah hanya ada beberapa guru dan siswa yang menjadi panitia pendaftaran siswa baru. Setelah kami puas keliling sekolah kami berniat untuk langsung pulang.
Ketika pulang tiba-tiba di tengah perjalanan hendri mengajakku mampir ke warung untuk makan siang. Aku langsung mengiyakan saja karena kebetulan perutku juga sudah lapar sekali. Makan saja sepuasmu nanti aku yang bayar, ujar hendri. Beneran nih hen kamu yang mau bayar semuanya. Iya beneran lah, kan aku yang ngajak kamu kesini,. Sering-sering aja kamu nraktir aku hen, byar uang jajanku utuh, dalam hatiku berkata. Tak terasa waktu sudah semakin sore. “ayo hen kita pulang udah sore nih, bisa-bisa sampai rumah kemaleman”, kataku.
Allahu akbar Allahu akbar, adzan magrib pun sudah berkumandang tetapi aku belum sampai rumah. Di saat yang bersamaan ibu sedang gelisah menungguku, tidak biasanya aku belum pulang, pikirnya. Tidak lama kemudian aku sampai rumah.
“Kamu darimana saja le, kok jam segini baru sampai rumah ibu dari tadi menunggumu”.
“Ya dari sekolah lah bu, kan aku habis daftar, udah lah bu aku mau mandi terus istirahat aku capek”, kataku.
“Ya sudah sana le, nanti jangan lupa sholat magrib terus makan ya ibu sudah siapkan makanan buat kamu, kamu pasti laper”.
“Aku sudah kenyang bu, sambil masuk rumah”.
“Tapi ibu sudah masak makanan kesukaanmu le”.
 Dengan suara meninggi aku menjawab, “aku sudah kenyang bu, aku juga capek mau istirahat”.
“ Sudahlah bu, kalau memang tidak mau makan ya jangan di paksa yang penting ibu kan sudah menyuruhnya, ujar bapak sambil mengajak ibu masuk ke dalam rumah”.
Setelah satu minggu menunggu, akhirnya hari ini tiba waktunya pengumuman penerimaan siswa baru. Seperti biasa ibu selalu membangunkanku dan menyiapkan sarapan pagi untukku. Setelah aku selesai sarapan ternyata hendri belum juga datang menjemputku. Padahal kemarin sudah sepakat untuk berangkat bareng seperti waktu pendaftaran satu minggu silam. Tiba-tiba ibu datang dan menanyakan kenapa aku belum berangkat.
“le kenapa kamu belum berangkat”.
Dengan cetus aku menjawab “hendri aja belum kesini, gimana aku mau berangkat. Makannya aku belikan motor biar bisa ke sekolah sendiri”.
“kamu belum jadi masuk sekolah aja udah minta ini itu, gimana besok kalau udah sekolah”. kata bapak dari dalam rumah ketika mendengar percakapanku dengan ibu.
Tidak lama kemudian hendri datang dan kami langsung berangkat tanpa berpamitan dengan ibu dan bapak.
“lihat bu kelakuan anak kita, semakin besar bukannya semakin hormat sama kita malah justru semakin membangkang saja”.
 Dengan lembut ibu menjawab “yang sabar pak, kita doakan saja supaya anak kita diterima dan kelak bisa menjadi orang yang berguna”.
Ketika di jalan aku menanyakan ke hendri kenapa tadi telat menjemputku.
“Kamu tadi kemana aja hen, kok lama datangnya biasanya kan on time, tanyaku ketika di jalan.
“Sorry lif, aku tadi bangun kesiangan gara-gara semalam main ps”.
“ Oh gitu, aku udah pengin cepet-cepet sekolah di SMA nih, bt dirumah terus nggak ada kegiatan nggak ada temen juga”.
 Sepanjang jalan banyak hal yang aku bicarakan dengan hendri dan tidak terasa kami sudah sampai di sekolah. dengan perasaan deg-degan kami langsung menuju ruang kelas untuk mengetahui apakah kami diterima atau tidak. Setelah di dalam kelas kami di panggil satu persatu untuk mengambil amplop, ketika namaku dipanggil aku langsung mengambil dan membuka amplopnya dan ternyata aku di terima. Rasa deg-degan pun berubah menjadi rasa senang dan bahagia. Akhira aku bisa sekolah di SMA favorit dimana sekolah ini sudah aku idam-idamkan dari dulu, selain siswanya yang pintar-pintar juga cantik-cantik. Pikirku dalam hati. Tak lama kemudian hendri juga dipanggil dan ternyata hendri juga di terima.
“Syukur lah kalau kamu diterima, jadi kan aku ada temennya dari rumah. Kataku”.
Seperti waktu itu, hendri tidak langsung mengajak pulang, tapi hendri mengajakku jalan-jalan keliling kota  dan menraktirku makan-makan. Mungkin hendri tidak menyangka karena dengan nilainya yang pas-pasan bisa di terima di sekolah favorit yang mayoritas siswanya pintar-pintar. Tapi tak masalah buatku yang terpenting hari ini aku bisa senang-senang.
Tak kusadari ternyata waktu sudah hampir magrib dan aku belum pulang, pasti nanti sampai rumah ibu banyak tanya.pikirku dalam hati.
“Kalau pulang malam memangmya kamu nggak di marahi sama orangtuamu hen, kataku.
“Ibu dan bapakku jarang di rumah dia sibuk dengan urusannya masing-masing”.
“ Ya sudah kalau gitu kita pulang aja ya, nanti kalau kemalaman jalannya juga semakin sepi”.
Ketika di perjalanan ternyata motor hendri bannya bocor dan karena waktunya sholat magrib jadi tidak ada bengkel yang buka. Bukannya kami mencari masjid untuk sholat magrib justru kami memutuskan untuk jalan kaki sambil mendorong motor dan mencari bengkel yang buka. Setelah 30 menit mendorong motor ternyata masih ada bengkel yang buka.
“Untung aja masih ada bengkel yang buka ya lif”, kata hendri.
“ Iya hen, coba kalau tidak bisa-bisa kita dorong sampai rumah, kan nggak lucu”.
“ Kenapa dek motornya, ada yang bisa di bantu”.
“ Ini pak bannya bocor tolong di tambal ya, kata hendri”.
“Iya dek, memangnya kalian darimana kok masih pakai seragam sekolah, sambungnya. Kami dari sekolah pak, melihat pengumuman penerimaan siswa baru”.
“ Tapi kenapa sampai jam segini baru pulang”.
“ Tadi kami jalan-jalan dulu pak mumpung di kota”.
“Dasar anak jaman sekarang, memangnya kalian tidak kasian sama orang tua kalian, mereka pasti khawatir nunggu kalian belum pulang.
“Sebelum berangkat kami sudah ijin mau pulang telat kok pak”.
“ Bapak tukang bengkelnya hanya menggeleng-gelengkan kepala”.
Setelah motornya jadi kami langsung cepat-cepat pulang. Sesampainya di rumah ternyata ibu dan bapak sudah menungguku di depan rumah.
“Darimana saja kamu jam segini baru pulang”, kata bapaku dengan suara agak keras.
“Tadi ban motor hendri bocor makannya pulangnnya jadi kemalaman”, kataku sambil menyerahkan amplop yang tadi siang di bagikan di sekolah.
“Apa ini le? Kata ibuku”.
“ Di buka saja bu, aku mau madi terus istirahat”.
 Ketika aku masuk ke dalam rumah, ibu dan bapakku membuka amplop. “Alhamdulillah anak kita diterima pak.  “Iya bu tapi bagaimana masalah biaya”. Itu di pikirkan besok saja pak.
Masa MOS sudah aku lalui, pembelajaran pun sudah di mulai. Dan aku baru tau ternyata di sekolahku yang baru ini ekstrakulikuler pramuka di wajibkan. Jelas ini membuatku kaget, karena dari dulu aku tidak menyukai pramuka. Bahkan ketika aku di SMP aku tidak mau mengikuti kegiatan pramuka.
Ekstrakulikuler pramuka di adakan setiap hari jum’at siang, rasanya malas sekali mau berangkat. Bagiku lebih baik menghabiskan waktu untuk main atau tidur daripada menghabiskan waktu untuk kegiatan pramuka yang kebanyakan hanya tepuk-tepuk. Ketika aku pertama kali mengikuti kegiatan pramuka aku berangkatnya telat, dan sialnya aku kena marah dewan ambalan (DA). Dengan suara lantang tiba – tiba ada kakak dewan yang menyuruhku untuk lari
 “ dek lari dek, baru pertama berangkat udah telat.”.
Dalam hati aku merasa kesal sekali rasanya pengin marah, masa aku di suruh-suruh lari kalau tau mau kaya gini tadi nggak usah berangkat “pikirku dalam hati’. Setelah aku menaruh tas di kelas ada suara peluit tanda apel segera di mulai. Ketika apel berlangsung semua peserta rapih dan tertib tidak ada yang bersuara karena jika dari kami ada yang tidak tertib kakak dewan langsung menegur kami. Setelah apel berlangsung sekarang saatnya untuk periksa kerapihan dari ujung kaki sampai ujung kepala. Dan ya ampun, lagi-lagi aku kena marah, ternyata aku banyak melanggar dari sepatu, kaos kaki, ikat pinggang, kuku dan rambut. Karena hari ini baru pertama kali kegiatan jadi aku hanya di hukum 20 kali push up, tapi rasanya sudah malas sekali. Dan hari ini hanya perkenalah pramuka di sekolahku saja.
Hari sabtu adalah hari yang aku tunggu-tunggu, aku ingin segera pulang. Bukan karena ingin bertemu ibu atau bapak tapi karena uang sakuku sudah mau habis. Setelah pulang sekolah aku langsung cepat-cepat pulang ke rumah, sesampainya di rumah ternyata bapakku sedang sakit.
“Alhamdulillah le, kamu pulang juga gimana betah nggak di kos dan sekolah barumu”.kata ibuku.
“Ya jelas betah lah bu, orang disana sudah jadi pilihanku”.  Jawabku.
 “syukur le kalau kamu betah disana kamu sudah makan apa belum tapi ibu cuma masak nasi sama tempe, bapakmu sekarang sakit-sakitan dan jarang pergi ke sawah, ibu juga harus merawat bapakmu di rumah”.
“Bukannya aku kasihan malah semakin membentak “ kalau ibu sama bapak tidak bekerja terus bagaimana sekolahku bu”.
Dengan sabarnya ibu menjawab “ kamu tidak usah khawatir le, ibu pasti bekerja setelah bapakmu benar-benar sembuh, kamu tidak usah memikirkan biaya sekolah yang terpenting kamu belajar supaya pintar”.
 “ya sudah aku mau istirahat”. Jawabku singkat lalu aku masuk kamar.
Minggu sore aku bersiap-siap untuk berangkat ke kos-kosan.
 “bu aku mau berangkat, mana uang sakunya”.kataku.
“ibu minta tolong sebentar ya le, tolong belikan obat buat bapakmu”.
 “ini sudah sore bu, aku harus cepat-cepat berangkat lagi pula hendri sudah menungguku di depan”.
“Ya sudah kalau kamu tidak bisa, nanti ibu yang belikan obat buat bapakmu, ini uang buat kamu selama seminggu” dengan mengacungkan uang 1 lembar berwarna biru atau 50.000.
“ kalau Cuma segini kurang bu. Tapi ibu sudah tidak punya uang lagi le”.
“ Pokoknya aku minta 200.000 sekarang juga”.
“Ibu dapat uang dari mana le”.
“ Aku tidak mau tau bu”,
“ ya sudah le kamu tunggu sebentar ibu mau pinjam uang ke ibu defi”.
Ibu defi adalah tetanggaku sekaligus orang yang paling kaya di desaku. Tidak lama kemudian ibu membawa uang 150.000 lalu di kasik ke aku.
“ Ya sudah aku mau berangkat ini sudah sore”, aku berangkat tanpa mencium tangan ibu bahkan mengucap salam pun tidak.

Semakin hari aku semakin tidak ingin pulang, bahkan sampai berminggu-minggu bahkan bernulan-bulan aku tidak pulang. Namun sebelum berangkat aku harus meminta uang saku lebih banyak dari sebelum-sebelumnya.
Hari-hariku aku habiskan di sekolah dan di kos-kosan, kegiatan pramuka adalah Satu-satunya kegiatan di luar pelajaran biasa. Kalau tidak wajib mungkin aku tidak mengikutinya. Setelah sekian minggu melakukan kegiatan pramuka di dalam sekolah, dan sebentar lagi akan diadakan kemah di luar sekolah. Aku di utus untuk menjadi ketua sanggaku, awalnya aku tidak mau tetapi karena paksaan dari teman-teman akhirnya aku menyetujuinya. Mulai dari menyiapkan perlengkapan, yel-yel, pentas seni dll. Aku yang selalu mengkoordinir teman-teman kelompokku. Setelah hari H aku semangat sekali mungkin karena persiapan sudah benar-benar matang, kami berangkat dari sekolah sekitar jam 10 pagi dan sampai di lokasi jam setengah 1 siang. Sesampainya di bumi perkemahan tempat ambalan kami berkemah kami langsung menuju masjid untuk sholat dzuhur berjamaah. Rasanya asing sekali buatku, mungkin karena aku jarang sholat. Selesai sholat dzuhur ternyata ada ceramah dan di jelaskan bahwa “Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baik kalian kepada kedua orangtua”. (An-Nisa’: 36)
Upacara pembukaan di mulai, dan aku masih memikirkan apa yang tadi di sampaikan pak ustadz. Setelah selesai upacara kami bersiap-siap untuk mendirikan tenda. Setelah tenda sudah jadi berbagai kegiatan pun di mulai. Dan setiap menjelang waktu sholat ketua sangga harus mengajak anggotanya untuk ke masjid, awalnya aku ragu-ragu untuk mengajak teman-temanku karena aku sendiri jarang sholat tapi malah menyuruh orang lain namun karena sudah menjadi tugasku aku memberanikan diri untuk mengajak temanku ke masjid.
Hingga tidak terasa waktu sudah larut malam, kami mulai kelelahan karena kegiatan dari siang sampai malam tadi. Kami pun di suruh istirahat karena besok masih banyak kegiatan. Baru saja memejamkan mata kakak dewan sudah membangunkan kami untuk renungan malam, dengan mata mengantuk aku tetap bangun. Katika renungan malam tidak terasa air mataku menetes, aku tersadar bahwa selama ini aku sudah menjadi anak yang durhaka tidak berbakti kepada orang tua. Rasanya aku ingin lari memeluk ibu dan bapak sambil minta maaf.
Kini aku sadar bahwa pramuka yang selama ini aku kenal hanya tepuk-tepuk saja ternyata salah besar. Pramuka adalah sesuatu yang sangat luar biasa, pramuka mempunyai dasa darma yang benar-benar harus diamalkan dan di mulai dari poin yang pertama bahwa pramuka harus bersikap cinta dan kasih sayang, setia, patuh adil dan suci. Melaksanakan ibadah, memperingati hari-hari besar,menghormati agama lain, mengikuti ceramah keagamaan dan yang paling penting sebagai seorang anak harus berbakti kepada orang tua.
Ada banyak hal yang aku dapatkan di perkemahn ini, sepulangnya dari kemah aku akan lagsung pulang ke rumah untuk meminta maaf kepada ibu dan bapak.
“Assalamualaikum”, kataku sambil mengetuk pintu rumah,
“ waalaikumsalam le, kamu sudah pulang, kenapa selama ini jarang pulang. Ibu dan bapakmu mengkhawatirkanmu.
“Maaf bu, aku salah selam ini sudah sering kali menyakiti hati ibu dan bpakm, aku minta maaf yang setulus-tulusnya aku berjanji untuk menjadi anak yang berbakti kepada ibu dan bapak”.
“ Kamu kenapa le, ibu tidak apa-apa, sudah seharusnya ibu memenuhi segala kebutuhanmu. “Tidak bu, aku sudah sering menyakiti hati ibu dan bapak”.
Rasanya ketika aku meminta maaf kepada orang tuaku hati menjadi nyaman, dan kini aku benar-benar sudah mulai mencintai pramuka. Bulan demi bulan aku lalui hingga ujian kenaikan kelas pun sudah berlalu kini saatnya memasuki bulan yang suci dan bulan yang penugh ampunan. Aku punya banyak harapan, aku akan selalu taat beribadah dan selalu membahagiakan orang tua. Kini setelah aku sadar hidupku lebih bahagia, bukan karena uang banyak tetapi karena kebersamaan bersama keluarga. Akhirnya aku bisa menikmati buka dan sahur bersama keluargaku tercinta. Akulah satu-satunya harapan mereka. Dan yang terpenting aku akan tetap melanjutkan pramuka karena di dalam pramuka aku mendapat banyak pelajaran yang sangat berharga.









Diana (Oleh Nur Ihsani Rahmawati)



Diana
(Oleh Nur Ihsani Rahmawati)

Diana adalah seorang gadis yang hidup sederhana bersama kedua kakaknya. Kedua orang tua Diana sedang bekerja di luar pulau Jawa, jauh dari tempat tinggal Diana. Diana termasuk dalam orang yang berkecukupan. Kedua kakaknya duduk di bangku kuliah. Diana sekarang baru menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama atau sering disingkat SMP. Ia sekolah di salah satu SMP favorite di daerah tempat tinggalnya.
            Kakak pertamanya bernama Dieno, seorang laki-laki berparas tampan yang sangat disayangi Diana. Dieno lahir dua tahun sebelum Nino, kakak keduanya. Mereka berparas tampan, bermata bulat, berbulu mata lentik, dan beralis tebal seperti ulat bulu. Sama seperti Ibu mereka, Dieno, Nino, dan Diana berbadan tinggi, berkulit putih dan agak gemuk. Terturun dari Ayah mereka.
            “Kak, punya uang nggak? Aku pinjem dulu ya?” tanya Diana esok hari di meja makan saat mereka sarapan dengan muka memelas.
            “Kak Nino nggak punya. Uang kakak udah dipinjam temen kakak yang setiap malam minggu kesini itu lho. Soalnya, orang tuanya lagi cerai dan dia nggak keurus. Maaf ya dek” jelas Nino pada adiknya itu.
            “Berapa? Aku adanya cuman seratus ribu.” potong Dieno setelah Diana memohon padanya.
            “ Nggak papa kok Kak, aku Cuma mau pinjem limapuluh aja.”
            Dieno merogoh saku celana jeansnya yang berwarna biru dongker itu. Dengan muka yang sedikit berbinar, Diana menerimanya.
            “Kerimakasih ya Kak. Aku berangkat bareng kamu lho. Kak Nino kuliah jam berapa?” tengok Diana setelah ia mengucapkan terimakasih.
            “Nanti siang.”
            “Yaudah yuk kak Dien. Ntar aku telat lagi” ajak diana sambil menengok jam tangan pink kesayangannya dan memakai tas pinknya. Diana memang sangat suka dengan warna pink. Entah apa yang membuatnya suka. Tetapi Diana tidak bersifat kekanak-kanakan yang berbalik sekali dengan lambang warna yang disukainya itu. Hanya saja, Diana percaya sekali dengan ramalan bintang.
            Dienopun menuju garasi untuk mengambil kendaraan yang akan ditungganginya dan adiknya. Diana menuju depan rumah untuk menunggu kakaknya. Setiap hari, Diana selalu canggung dan tidak percaya diri untuk bersekolah. Diana merasa, Dia seperti serba salah jika di sekolah karena masalah yang pernah menimpanya.
            “Eh iya. Aku ada sms nih.”
Leo, ramalan bintang minggu ini, kamu harus hati-hati dengan apapun yang kamu lakukan. Tetap percaya diri dengan apapun kesalahan kamu. Perbaiki aja kesalahan yang kamu perbuat. Jangan dipikirin apapun masalah kamu. Hadapi sajalah. Semoga harimu menyenangkan.
            “Yuk brangkat. Hati-hati nyetir motornya lho Kak. Aku nggak suka keburu-buru” omel Diana pada kakaknya setelah ia membacakan sms ramalan bintang itu.
            “Iya-iya, Putri aneh,” ejek Dieno.
            Itulah kebersamaan Diana dengan kakaknya. Diana paling akrab bersama Dieno yang sering dipanggil Dien olah Diana. Mereka akrab karena sering hangout bareng. Di sekolah, mereka sama-sama tidak terlalu disegani olah teman-temannya. Labih tepatnya, menjauh. Karena mereka pernah melakukan sebuah kesalahan yang membuat mereka jadi kurang percaya diri untuk bergaul. Itulah yang membuat mereka akrab. Senasib. Berbeda dengan Nino. Nino senang berorganisasi di kampusnya sehingga membuat Nino banyak teman. Bahkan teman Ninopun banyak juga yang bukan sekampus.
            “Makasih kakak. Assalamualaikum. Nanti biar Kak Nino yang jemput,” ucap Diana sambil berjabat tangan dengan kakaknya itu. Diana berlalu meninggalkan kakaknya dan masuk ke kelas.
            Di kelas, Diana duduk seperti biasa. Diana biasa duduk dibangku pojok tempatnya. Diana hanya pindah, ketika salah satu temannya menduduki bangkunya terlebih dahulu sebelum Diana. Diana duduk bersama temannya bernama Vida. Vida adalah satu-satunya teman yang selalu bersamanya. Vida selalu setia karena mereka senasib. Mereka tidak teralu disegani dikelasnya.
            Salah satu kelemahan Diana adalah malas. Pagi ini Diana belum mengerjakan PR dan ia mengerjakannya di sekolah. Apa lagi mata pelajaran ini adalah jam pertama. Ditambah, ini adalah mata pelajaran yang sangat Diana tidak suka, yaitu sejarah. Anehnya, Diana selalu mengerti jika dijelaskan oleh guru mereka. Diana sangat tidak suka dengan mata pelajaran ini karena ia selalu salah dimata guru. Oleh karena keanehan tersebut, Diana selalu memperolah nilai yang cukup baik saat ulangan. Diana sangat tidak suka dengan sejarah juga karena ia selalu tidak dimengerti. Ditambah jika saat guru menjelaskan, guru selalu bertempat berbalik arah yang menyebabkan Diana tidak kelihatan catatan guru dipapantulis. Sebenarnya, Diana suka dengan mata pelajaran ini. Namun, Diana selalu dibuat kesal dan emosi sesaat.
            Guru sejarah adalah guru yang termasuk kategori guru paling galak di sekolahnya. Diana juga selalu apes dengan nomer absennya karena termasuk nomor absen yang disukai guru sejarah yaitu tiga puluh tiga. Yang merupakan angka terakhir diantara nomor absen teman sekelasnya. Ditambah dengan ketidakaktifannya dalam pelajaran sejarah. Diana termasuk siswa yang kurang aktif untuk bertanya saat kegiatan belajar mengajar pelajaran sejarah. Oleh karena itu guru selalu menunjuk siswa yang kurang aktif saat diberi pertanyaan yang sulit dan tiada yang mau menjawab selain ditunjuk.
            Keberuntungan hari ini adalah, tidak ada yang ditunjuk saat ada pertanyaan contoh penjelasan asal mula manusia. Tetapi, ketidakberuntungan Diana, hari ini kelas mereka disuruh membut kelompok untuk mencari materi di perpustakaan sekolah. Itu adalah moment yang sangat dibenci Diana. Diana membencinya karena Diana selalu terpilih akhir saat pembagian. Apalagi jika itu pilihan. Membuat Diana selalu sakit hati dan bersedih. Diana paling tidak suka itu. Untuk menghindari moment yang dibencinya, Diana pergi ke perpustakaan terlebih dahulu. Perpustakaan adalah tempat perenungan Diana. Diana ingat dengan pesan yang ada di SMS ramalan bintangnya, “jangan dipikirin apapun masalah kamu. Hadapi saja”. Dianapun mencari buku yang cocok untuk menghindari ketidak sibukannya. Diana suka sekali dengan Novel. Ditambah dengan Novel yang berbau islami. Dianapun pergi meninggalkan perpustakaan dan menuju kelas.
            Sesampainya dikelas, pembagian kelompok sudah selesai. Tidak seperti biasanya karena biasanya saat pembagian kelompok, waktu hanya akan habis untuk berdebat. Diana melihat-lihat dan mencari namanya. Diana ada di kelompok 3 bersama sepuluh teman lainnya termasuk Vida.
            Teman-teman Diana sudah bersiap-siap untuk menuju perpustakaan. Satu-satu dari mereka keluar meninggalkan kelas. Diana juga termasuk dalam kategori tidak aktif jika digabungkan dengan teman-temannya. Dia lebih suka bekerjaa sendiri karena Dia merasa lebih gesit jika Dia sendiri.
            Saat Diana sedang mancari buku, dia tersengat lebah yang sarangnya kebetulan menempel pada rak buku. Diana tidak sengaja menjatuhkan tumpukan buyku yang ada diatas rak. Sehingga semua tumpukan buku yang seharusnya tersusun rapi, berubah mejadi hamparan buku yang tidak rapi diatas lantai. Sontak secara tidak sengaja, semua orang yang ada di ruang itu kaget dan menengok ke arah Diana. Penjaga perpustakaan yang kenal baik dengan Dianapun datang dan mengobati Diana.
            “Hidih....Anak manja buat kisruh lagi nih,” ejek salah satu teman Diana.
            Kesukannnya pada warna pink, membuatnya diejek menjadi anak manja. Padahal, sebenarnya Diana hanya tertarik pada warna pink karena warna pink dapat menyejukkan hati. Bukan berarti Diana anak manja. Diana memang orangnya agak lola. Itu adalah salah satu juga penyebab mengapa Diana selalu diejek Anak manja. Ditambah lagi dengan kesalahan Diana. Diana selalu melakukan kesalahan yang secara tidak sengaja yang membuat dia malu dan tidak percaya diri atas kelakuannya. Tangan yang tersengat lebah sudah diperban dan Diana membereskan semua buku yang berserakan di lantai dibantu oleh penjaga perpustakaan.
            Setelah bel berbunyi untuk ganti pelajaran, dan mata pelajaran sejarahpun sudah berakhir, mereka kembali ke kelas mereka dengan hasil materi seadanya.
            Disekolah, Diana mengikuti ekstra kulikuker mading. Kecintaannya pada sastra dan keterampilan, membuatnya ingin mengikuti ekskul itu. Pulang dari sekolah, Diana membeli peralatan dan bahan untuk mading minggu depan.
            Diana selalu eksis dalam bidang kesastraan, khususnya cerpen. Hobinya yang selalu menulis cerpen, membuatnya ingin selalu mengapresiasi dan menyalurkan hobinya itu dalam majalah dinding sekolahnya. Diana juga yang selalu memberi bahan dan ide-ide tema untuk mading mereka jika kehabisan ide atau butuh bahan.
            Diam-diam, Diana mendaftarkan dirinya untuk mengikuti lomba cerpen di majalah ternama di Jogja. Ia meminjam uang kepada kakaknya, untuk biaya pendaftaran. Dan hanya Diana yang tahu soal rencananya untuk lomba.
            Setelah pulang ekskul, Diana dijemput oleh kakaknya Nino yang kebetulan juga akan berangkat ke kampus.
            Setelah sampai di rumah, Diana berganti baju dan menuju ruang depan. Diana menonton televisi serambi mengobrol dengan Dieno.
            “kak” panggil Diana memulai obrolan.
            “he’em” sambil mengemil, Dieno menanggapi Diana.
            “caranya buat PD giamana sih kak?” tanya Diena dengan sedikit memaksa.
            “acuhin aja semua kesalahan kamu setelah kamu perbaiki dan tidak melakukannya lagi. Acuhin aja kata-kata orang yang membuat kamu sakit hati dan nggak PD. Well, makan yuk. Ke mana kek gitu. Kakak lapar nih”
            “yuk. Aku siap-siap dulu ya. Tunggu lho.”
            Sambil keluar rumah, Dieno menunggu Diana di depan rumah. Setelah Diana naik, merekapun melaju dengan kencang meninggalkan rumah mereka yang sepi.
            Setelah sampai dan memesan makanan, Diana memulai pembicaraan lagi.
            “kak, boleh curhat?”
            “eh, tadi uang kakak buat apa?”
            “buat beli bahan mading. boleh?”
            “enggak. Jujur ya, kakak kalo di kampus itu nggak PD. Bahkan kakak selalu menjauh kalo ada temen yang mau ngedeket.” Itulah alasan mengapa Dieno jomblo. Selalu menjauh bila ada yang mendekat.
            “seharusnya, kakak itu nggak boleh kayak gitu. Walaupun nggak PD, paling enggak kan kakak punya temen ato pacar yang bisa nemenin kakak setiap saat. Kak, PD itu penting lho.”
            “kamu. Ngomong aja mah gampang kali. Kakak tapi nggak bisa. Yaudah, dimakan dulu deh tuh makanannya.”
            Merekapun melahap makanan yang barusan di antar oleh pelayan. Setelah itu, Dieno mengajak Diana pulang.
            “Yaudah deh, pulang yuk. Kakak dah kenyang.”
            “oke. Yuk.”
            Setelah di pintu keluar, mereka bertemu Nino. Diana melihat seseorang yang bersama Nino. Seperti ia tak asing dengan mukanya. Itu adalah teman yang suka mengejeknya. Namanya Dana. Dana adalah orang yang tadi mengejek Daiana saat Diana menjatuhkan tumpukan buku. Sontak Diana kaget. Dieno menyapa Nino.
            “eh, kakak sama Diana! Kenalin kak, dek, ini adeknya temen aku yang tadi aku ceritain. Namanya Dana”
            Dengan muka malu dan memerah, Dana berjabat tangan dengan Diana dan Dieno.
            “eh, Dana. Kamu adeknya temennya kakakku toh. Aku malah baru tahu lho. Hi Dan” sapa Diana pada Dana.
            “ehmm, eh, iya” dengan sedikit gugup, Dana menjawab.
            “oh, kalian udah saling kenal to. Begus deh”
            “iya kak, Dana ini temen satu kelasku. Dia baik lho kak.”
            “yuk kita ngobrol di dalem aja.”
            “yuk.!”
            Setelah mereka masuk dan duduk, Diana memulai pembicaraan.
            “Dan, emang rumahmu dimana?”
            “di deket sini aja kok” jawab Dana singkat.
            Setelah sedikit lama berbincang, Deino mengajak Diana untuk pulang. “ya udah. Kita duluan ya No. Ayo Dek” ajak kak Dieno yang sedari tadi menunggu mereka selesai bicara.
            “oh, iya kak. Ayo”
            Pyur...... secara tidak sengaja, Diana menumpahkan segelas minuman Dana yang membasahi baju Dana.
            “aduh, sorry Dan!”
            “eh, nggak papa kok” dengan menahan sedikit amarah, Dana menjawab.
            Cepat-cepat Diana mengambil tisu dan membersihkan baju Dana. Setelah itu, Dieno dan Diana meninggalkan Dana dan Nino yang meneruskan obrolan.
###
            Setelah pagi menjelang, Diana menjadi canggung dan tidak PD untuk masuk sekolah karena kesalahannya kemarin. Ia berfikir, bagaimana jika Dana menceritakan kejadian kemarin? Bagaimana jika teman-teman sekelas Diana sedang membicarakannya? Bagaimana jika teman-temannya semakin tidak suka dengan Diana? Diana mulai berfikiran negatif yang membuat dirinya sendiri semakin canggung masuk kelas.
            Saat memasuki pintu gerbang, Diana tidak langsung menuju kelas. Diana menunggu bel masuk kelas dengan membaca buku di perpustakaan. Di perpustakaan, Diana menulis motivasi untuk dirinya sendiri di buku apresiasinya. Lebih tepatnya, buku Diary.

            Bel berbnyi dengan kerasnya hingga mengagetkan Dia. Diana segera memasuki ruang kelas. Tempat duduknya sudah ditempati. Ia lalu duduk di pojok belakang. Meja sebelahnya, Dana. Diana berjalan dan tidak memperhatikan Dana. Diana masih merasa bersalah sekali setelah kejadian kemarin.
            Hari ini terdapat pelajaran PPKn. Guru menyuruh membuat sebuah kelompok. Ketua kelas menuju depan kelas dan menulis semua kelompok yang sudah dibaginya. Diana sekelompok dengan Dana. Biasanya Dana selalu mengeluh dan menolak. Tetapi, anehnya hari ini malah Dana bersikap biasa saja.
            Anggota kelompok berjumlah empat orang. Yaitu Diva, Diana, Dana, dan Gina, teman Diana yang termasuk kategori siswa eksis berorganisasi. Dua orang dari setiap kelompok, disuruh ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku referensi. Diva dan Gina bersedia. Dikelas, Diana semakin canggung dan malu. Diana canggung karena tinggal mereka berdua. Diana memulai pembicaraan.
            “Eh, em, Dan, maaf soal kemarin ya.”
            “ya. Gak papa kok. Yaudah, lupain aja. Sejak kejadian kemarin, aku sadar bahwa seburuk-buruk manusia, ia tetap yang terbaik. Kamu adalah orang yang baik banget. Diana, apapun kesalahan kamu, sekarang nggak usah khawatir. Aku akan selalu ngebela kamu. Kalo nggak ada kamu dan kakak kamu, aku sama kakakku nggak akan bisa makan dan uang buat bayar kos-kosan kakakku. Yang penting, kita nggak akan melakukan kesalahan itu dan memperbaikinya aja. Nggak usah difikirin. Kesalahan nggak selalu berujung kebencian. Justru kita harus menjadikan kesalahan sebagai pengalaman yang bisa memberi pengetahuan dan perbaikan. Ya udah, sekarang kita ngerjain soal ini sebisa kita aja.”
            “aku nggak nyangka lho. Kamu bijak banget. Makasih Dana, udah ngasih aku motivasi” dengan muka berbinar-binar, Dana menerima pujian Diana.
            “yeee.... baru nyadar sekarang? oke, sekarang berarti kita teman ya.” Sambil mengunjukkan kelingkingnya, Dana mengatakan ajakannya.
            “oke.” Dianapun membalas ajakan Dana. Diana mengunjukkan kelingkingnya.
###
Siang yang cerah dengan sedikit awan mendung yang menyelimuti, seperti menggambarkan raut wajah Diana yang senang karena bahagia dan sedikit sedih karena sudah rindu kepada orang tuanya. Ia ingin cepat-cepat pulang untuk belajar dan melewati hari ini agar cepat menuju hari esok.
Diana kaget ketika ia mendapati orangtuanya yang sedang menunggunya dari tadi. Dengan perasaan sedikit beramarah karena tidak diberi kabar bercampur dengan rasa ceria, Diana memeluk kedua orang tuanya.
            “mamah! Kok ada disini? Kapan mamah nyampe Jogja?”
            “itu tadi, yaudah kita pulang yuk! Tu dah ditunggu papah di mobil. Tapi, sebelum itu, kita jemput kak Dieno dulu ya! Soalnya, kak Dieno, tadi berangkat Cuma pake angkot. Yuk!” dengan senyum yang manis, Ibu Diana mengajak Putri kesayangannya itu pulang.
            Setelah sampai kampus, Ibu Diana menyuruh Diana untuk memanggil kakaknya. Dianapun mencari-cari ruang kelas kakaknya itu. Diana melihat sosok kakaknya di kantin sekolah. Diana langsung menghampiri pemuda yang sendrian itu.
            “kak!”
            Dieno menengok. “oh, Diana. Kok Disini?”
            “mamah nyuruh aku manggil kakak. Yuk pulang!” ajak Diana.
            “Dieno. Tunggu!” seorang Gadis berwajah imut mendatangi Dieno.
            “eh Aya. Ada apa?” jawab Dieno singkat.
            “aku boleh main kerumahmu nggak besok? Sama temen-temen juga. Boleh?”
            “iya aja kak! Bagian dari PD lho.” Ejek Diana
            “oke. Nggak papa kok!” jawab Dieno.
            Gadis yang bernama Aya itupun pergi meninggalkan kaka beradik itu. “ye. Ngejek banget sih kata-kata lu.” Omel Dieno pada Diana.
            “jadi, sekarang kakak udah nggak menjauh? Cie, yang sekarang udah punya banyak temen. Aku juga udah baikan lho kak sama temen aku. Namanya Dana. Yang kemaren ketemu.”
            “emang di sekolah kalian nggak akur ya?”
            “sebenernya, iya. Soalnya pasti kalo dideket dia, aku ngelakuin kesalahan. Sekarang Dia dah baikan sama aku. Ternyata, Dia orangnya baiiik banget”
            “lebai kamu. Yaudah ah, yuk! Dah ditunggu mamah sama papah kan?”
            “kok kakak tahu? Curang nih. Jadi cuman aku yang nggak tahu mereka dah sampe Jogja tadi pagi?”
            “hehe, iya. Lagian kan juga kamu nggak bawa HP pas sekolah. Jadi kamu nggak tahu deh”
            “iya deh. Aku kalah. Lebih tepatnya sih, ngalah. Hehe”
            “yeee.”
            Sesampainya dirumah, Diana mendapatkan telefon dan Dia mendapat kabar gembira. Diana mendapatkan hadiah dari lombanya karena dia menang juara dua. Ditambah lagi, cerpen karyanya termuat dalam majalah yang mengadakan lomba. Semua keluarga Diana menyalami Diana. Mereka bangga mempunyai anggota keluarga yang bisa mengharumkan nama keluarga.
            Keesokan harinya, semua teman-teman Diana termasuk Dana menyalami dan menyelamati Diana karena telah menang lomba. Semua guru yang mengajar kelasnya juga tak lupa menyelamati Diana karena telah mengharumkan nama sekolahnya. Diana sekarang tidak lagi canggung untuk menghadapi kenyataan hidupnya. Kebahagiaan Diana menjadi sempurna jika ditambah dengan kehadiran orang tuanya dan kebersamaannya dengan teman-temannya. Diana sadar bahwa kesalahan bukanlah penghambat untuk masa depan. Kita hanyalah cukup memperbaiki dan tak melakukannya lagi. Dan, dibalik cobaan, selalu ada skenario Indah dari Tuhan. Juga nasib, yang sebenarnya menentukan Tuhan tetapi kita harus menyikapinya dengan baik dan selalu menyukurinya.