Rabu, 24 Februari 2016

Diana (Oleh Nur Ihsani Rahmawati)



Diana
(Oleh Nur Ihsani Rahmawati)

Diana adalah seorang gadis yang hidup sederhana bersama kedua kakaknya. Kedua orang tua Diana sedang bekerja di luar pulau Jawa, jauh dari tempat tinggal Diana. Diana termasuk dalam orang yang berkecukupan. Kedua kakaknya duduk di bangku kuliah. Diana sekarang baru menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama atau sering disingkat SMP. Ia sekolah di salah satu SMP favorite di daerah tempat tinggalnya.
            Kakak pertamanya bernama Dieno, seorang laki-laki berparas tampan yang sangat disayangi Diana. Dieno lahir dua tahun sebelum Nino, kakak keduanya. Mereka berparas tampan, bermata bulat, berbulu mata lentik, dan beralis tebal seperti ulat bulu. Sama seperti Ibu mereka, Dieno, Nino, dan Diana berbadan tinggi, berkulit putih dan agak gemuk. Terturun dari Ayah mereka.
            “Kak, punya uang nggak? Aku pinjem dulu ya?” tanya Diana esok hari di meja makan saat mereka sarapan dengan muka memelas.
            “Kak Nino nggak punya. Uang kakak udah dipinjam temen kakak yang setiap malam minggu kesini itu lho. Soalnya, orang tuanya lagi cerai dan dia nggak keurus. Maaf ya dek” jelas Nino pada adiknya itu.
            “Berapa? Aku adanya cuman seratus ribu.” potong Dieno setelah Diana memohon padanya.
            “ Nggak papa kok Kak, aku Cuma mau pinjem limapuluh aja.”
            Dieno merogoh saku celana jeansnya yang berwarna biru dongker itu. Dengan muka yang sedikit berbinar, Diana menerimanya.
            “Kerimakasih ya Kak. Aku berangkat bareng kamu lho. Kak Nino kuliah jam berapa?” tengok Diana setelah ia mengucapkan terimakasih.
            “Nanti siang.”
            “Yaudah yuk kak Dien. Ntar aku telat lagi” ajak diana sambil menengok jam tangan pink kesayangannya dan memakai tas pinknya. Diana memang sangat suka dengan warna pink. Entah apa yang membuatnya suka. Tetapi Diana tidak bersifat kekanak-kanakan yang berbalik sekali dengan lambang warna yang disukainya itu. Hanya saja, Diana percaya sekali dengan ramalan bintang.
            Dienopun menuju garasi untuk mengambil kendaraan yang akan ditungganginya dan adiknya. Diana menuju depan rumah untuk menunggu kakaknya. Setiap hari, Diana selalu canggung dan tidak percaya diri untuk bersekolah. Diana merasa, Dia seperti serba salah jika di sekolah karena masalah yang pernah menimpanya.
            “Eh iya. Aku ada sms nih.”
Leo, ramalan bintang minggu ini, kamu harus hati-hati dengan apapun yang kamu lakukan. Tetap percaya diri dengan apapun kesalahan kamu. Perbaiki aja kesalahan yang kamu perbuat. Jangan dipikirin apapun masalah kamu. Hadapi sajalah. Semoga harimu menyenangkan.
            “Yuk brangkat. Hati-hati nyetir motornya lho Kak. Aku nggak suka keburu-buru” omel Diana pada kakaknya setelah ia membacakan sms ramalan bintang itu.
            “Iya-iya, Putri aneh,” ejek Dieno.
            Itulah kebersamaan Diana dengan kakaknya. Diana paling akrab bersama Dieno yang sering dipanggil Dien olah Diana. Mereka akrab karena sering hangout bareng. Di sekolah, mereka sama-sama tidak terlalu disegani olah teman-temannya. Labih tepatnya, menjauh. Karena mereka pernah melakukan sebuah kesalahan yang membuat mereka jadi kurang percaya diri untuk bergaul. Itulah yang membuat mereka akrab. Senasib. Berbeda dengan Nino. Nino senang berorganisasi di kampusnya sehingga membuat Nino banyak teman. Bahkan teman Ninopun banyak juga yang bukan sekampus.
            “Makasih kakak. Assalamualaikum. Nanti biar Kak Nino yang jemput,” ucap Diana sambil berjabat tangan dengan kakaknya itu. Diana berlalu meninggalkan kakaknya dan masuk ke kelas.
            Di kelas, Diana duduk seperti biasa. Diana biasa duduk dibangku pojok tempatnya. Diana hanya pindah, ketika salah satu temannya menduduki bangkunya terlebih dahulu sebelum Diana. Diana duduk bersama temannya bernama Vida. Vida adalah satu-satunya teman yang selalu bersamanya. Vida selalu setia karena mereka senasib. Mereka tidak teralu disegani dikelasnya.
            Salah satu kelemahan Diana adalah malas. Pagi ini Diana belum mengerjakan PR dan ia mengerjakannya di sekolah. Apa lagi mata pelajaran ini adalah jam pertama. Ditambah, ini adalah mata pelajaran yang sangat Diana tidak suka, yaitu sejarah. Anehnya, Diana selalu mengerti jika dijelaskan oleh guru mereka. Diana sangat tidak suka dengan mata pelajaran ini karena ia selalu salah dimata guru. Oleh karena keanehan tersebut, Diana selalu memperolah nilai yang cukup baik saat ulangan. Diana sangat tidak suka dengan sejarah juga karena ia selalu tidak dimengerti. Ditambah jika saat guru menjelaskan, guru selalu bertempat berbalik arah yang menyebabkan Diana tidak kelihatan catatan guru dipapantulis. Sebenarnya, Diana suka dengan mata pelajaran ini. Namun, Diana selalu dibuat kesal dan emosi sesaat.
            Guru sejarah adalah guru yang termasuk kategori guru paling galak di sekolahnya. Diana juga selalu apes dengan nomer absennya karena termasuk nomor absen yang disukai guru sejarah yaitu tiga puluh tiga. Yang merupakan angka terakhir diantara nomor absen teman sekelasnya. Ditambah dengan ketidakaktifannya dalam pelajaran sejarah. Diana termasuk siswa yang kurang aktif untuk bertanya saat kegiatan belajar mengajar pelajaran sejarah. Oleh karena itu guru selalu menunjuk siswa yang kurang aktif saat diberi pertanyaan yang sulit dan tiada yang mau menjawab selain ditunjuk.
            Keberuntungan hari ini adalah, tidak ada yang ditunjuk saat ada pertanyaan contoh penjelasan asal mula manusia. Tetapi, ketidakberuntungan Diana, hari ini kelas mereka disuruh membut kelompok untuk mencari materi di perpustakaan sekolah. Itu adalah moment yang sangat dibenci Diana. Diana membencinya karena Diana selalu terpilih akhir saat pembagian. Apalagi jika itu pilihan. Membuat Diana selalu sakit hati dan bersedih. Diana paling tidak suka itu. Untuk menghindari moment yang dibencinya, Diana pergi ke perpustakaan terlebih dahulu. Perpustakaan adalah tempat perenungan Diana. Diana ingat dengan pesan yang ada di SMS ramalan bintangnya, “jangan dipikirin apapun masalah kamu. Hadapi saja”. Dianapun mencari buku yang cocok untuk menghindari ketidak sibukannya. Diana suka sekali dengan Novel. Ditambah dengan Novel yang berbau islami. Dianapun pergi meninggalkan perpustakaan dan menuju kelas.
            Sesampainya dikelas, pembagian kelompok sudah selesai. Tidak seperti biasanya karena biasanya saat pembagian kelompok, waktu hanya akan habis untuk berdebat. Diana melihat-lihat dan mencari namanya. Diana ada di kelompok 3 bersama sepuluh teman lainnya termasuk Vida.
            Teman-teman Diana sudah bersiap-siap untuk menuju perpustakaan. Satu-satu dari mereka keluar meninggalkan kelas. Diana juga termasuk dalam kategori tidak aktif jika digabungkan dengan teman-temannya. Dia lebih suka bekerjaa sendiri karena Dia merasa lebih gesit jika Dia sendiri.
            Saat Diana sedang mancari buku, dia tersengat lebah yang sarangnya kebetulan menempel pada rak buku. Diana tidak sengaja menjatuhkan tumpukan buyku yang ada diatas rak. Sehingga semua tumpukan buku yang seharusnya tersusun rapi, berubah mejadi hamparan buku yang tidak rapi diatas lantai. Sontak secara tidak sengaja, semua orang yang ada di ruang itu kaget dan menengok ke arah Diana. Penjaga perpustakaan yang kenal baik dengan Dianapun datang dan mengobati Diana.
            “Hidih....Anak manja buat kisruh lagi nih,” ejek salah satu teman Diana.
            Kesukannnya pada warna pink, membuatnya diejek menjadi anak manja. Padahal, sebenarnya Diana hanya tertarik pada warna pink karena warna pink dapat menyejukkan hati. Bukan berarti Diana anak manja. Diana memang orangnya agak lola. Itu adalah salah satu juga penyebab mengapa Diana selalu diejek Anak manja. Ditambah lagi dengan kesalahan Diana. Diana selalu melakukan kesalahan yang secara tidak sengaja yang membuat dia malu dan tidak percaya diri atas kelakuannya. Tangan yang tersengat lebah sudah diperban dan Diana membereskan semua buku yang berserakan di lantai dibantu oleh penjaga perpustakaan.
            Setelah bel berbunyi untuk ganti pelajaran, dan mata pelajaran sejarahpun sudah berakhir, mereka kembali ke kelas mereka dengan hasil materi seadanya.
            Disekolah, Diana mengikuti ekstra kulikuker mading. Kecintaannya pada sastra dan keterampilan, membuatnya ingin mengikuti ekskul itu. Pulang dari sekolah, Diana membeli peralatan dan bahan untuk mading minggu depan.
            Diana selalu eksis dalam bidang kesastraan, khususnya cerpen. Hobinya yang selalu menulis cerpen, membuatnya ingin selalu mengapresiasi dan menyalurkan hobinya itu dalam majalah dinding sekolahnya. Diana juga yang selalu memberi bahan dan ide-ide tema untuk mading mereka jika kehabisan ide atau butuh bahan.
            Diam-diam, Diana mendaftarkan dirinya untuk mengikuti lomba cerpen di majalah ternama di Jogja. Ia meminjam uang kepada kakaknya, untuk biaya pendaftaran. Dan hanya Diana yang tahu soal rencananya untuk lomba.
            Setelah pulang ekskul, Diana dijemput oleh kakaknya Nino yang kebetulan juga akan berangkat ke kampus.
            Setelah sampai di rumah, Diana berganti baju dan menuju ruang depan. Diana menonton televisi serambi mengobrol dengan Dieno.
            “kak” panggil Diana memulai obrolan.
            “he’em” sambil mengemil, Dieno menanggapi Diana.
            “caranya buat PD giamana sih kak?” tanya Diena dengan sedikit memaksa.
            “acuhin aja semua kesalahan kamu setelah kamu perbaiki dan tidak melakukannya lagi. Acuhin aja kata-kata orang yang membuat kamu sakit hati dan nggak PD. Well, makan yuk. Ke mana kek gitu. Kakak lapar nih”
            “yuk. Aku siap-siap dulu ya. Tunggu lho.”
            Sambil keluar rumah, Dieno menunggu Diana di depan rumah. Setelah Diana naik, merekapun melaju dengan kencang meninggalkan rumah mereka yang sepi.
            Setelah sampai dan memesan makanan, Diana memulai pembicaraan lagi.
            “kak, boleh curhat?”
            “eh, tadi uang kakak buat apa?”
            “buat beli bahan mading. boleh?”
            “enggak. Jujur ya, kakak kalo di kampus itu nggak PD. Bahkan kakak selalu menjauh kalo ada temen yang mau ngedeket.” Itulah alasan mengapa Dieno jomblo. Selalu menjauh bila ada yang mendekat.
            “seharusnya, kakak itu nggak boleh kayak gitu. Walaupun nggak PD, paling enggak kan kakak punya temen ato pacar yang bisa nemenin kakak setiap saat. Kak, PD itu penting lho.”
            “kamu. Ngomong aja mah gampang kali. Kakak tapi nggak bisa. Yaudah, dimakan dulu deh tuh makanannya.”
            Merekapun melahap makanan yang barusan di antar oleh pelayan. Setelah itu, Dieno mengajak Diana pulang.
            “Yaudah deh, pulang yuk. Kakak dah kenyang.”
            “oke. Yuk.”
            Setelah di pintu keluar, mereka bertemu Nino. Diana melihat seseorang yang bersama Nino. Seperti ia tak asing dengan mukanya. Itu adalah teman yang suka mengejeknya. Namanya Dana. Dana adalah orang yang tadi mengejek Daiana saat Diana menjatuhkan tumpukan buku. Sontak Diana kaget. Dieno menyapa Nino.
            “eh, kakak sama Diana! Kenalin kak, dek, ini adeknya temen aku yang tadi aku ceritain. Namanya Dana”
            Dengan muka malu dan memerah, Dana berjabat tangan dengan Diana dan Dieno.
            “eh, Dana. Kamu adeknya temennya kakakku toh. Aku malah baru tahu lho. Hi Dan” sapa Diana pada Dana.
            “ehmm, eh, iya” dengan sedikit gugup, Dana menjawab.
            “oh, kalian udah saling kenal to. Begus deh”
            “iya kak, Dana ini temen satu kelasku. Dia baik lho kak.”
            “yuk kita ngobrol di dalem aja.”
            “yuk.!”
            Setelah mereka masuk dan duduk, Diana memulai pembicaraan.
            “Dan, emang rumahmu dimana?”
            “di deket sini aja kok” jawab Dana singkat.
            Setelah sedikit lama berbincang, Deino mengajak Diana untuk pulang. “ya udah. Kita duluan ya No. Ayo Dek” ajak kak Dieno yang sedari tadi menunggu mereka selesai bicara.
            “oh, iya kak. Ayo”
            Pyur...... secara tidak sengaja, Diana menumpahkan segelas minuman Dana yang membasahi baju Dana.
            “aduh, sorry Dan!”
            “eh, nggak papa kok” dengan menahan sedikit amarah, Dana menjawab.
            Cepat-cepat Diana mengambil tisu dan membersihkan baju Dana. Setelah itu, Dieno dan Diana meninggalkan Dana dan Nino yang meneruskan obrolan.
###
            Setelah pagi menjelang, Diana menjadi canggung dan tidak PD untuk masuk sekolah karena kesalahannya kemarin. Ia berfikir, bagaimana jika Dana menceritakan kejadian kemarin? Bagaimana jika teman-teman sekelas Diana sedang membicarakannya? Bagaimana jika teman-temannya semakin tidak suka dengan Diana? Diana mulai berfikiran negatif yang membuat dirinya sendiri semakin canggung masuk kelas.
            Saat memasuki pintu gerbang, Diana tidak langsung menuju kelas. Diana menunggu bel masuk kelas dengan membaca buku di perpustakaan. Di perpustakaan, Diana menulis motivasi untuk dirinya sendiri di buku apresiasinya. Lebih tepatnya, buku Diary.

            Bel berbnyi dengan kerasnya hingga mengagetkan Dia. Diana segera memasuki ruang kelas. Tempat duduknya sudah ditempati. Ia lalu duduk di pojok belakang. Meja sebelahnya, Dana. Diana berjalan dan tidak memperhatikan Dana. Diana masih merasa bersalah sekali setelah kejadian kemarin.
            Hari ini terdapat pelajaran PPKn. Guru menyuruh membuat sebuah kelompok. Ketua kelas menuju depan kelas dan menulis semua kelompok yang sudah dibaginya. Diana sekelompok dengan Dana. Biasanya Dana selalu mengeluh dan menolak. Tetapi, anehnya hari ini malah Dana bersikap biasa saja.
            Anggota kelompok berjumlah empat orang. Yaitu Diva, Diana, Dana, dan Gina, teman Diana yang termasuk kategori siswa eksis berorganisasi. Dua orang dari setiap kelompok, disuruh ke perpustakaan untuk meminjam beberapa buku referensi. Diva dan Gina bersedia. Dikelas, Diana semakin canggung dan malu. Diana canggung karena tinggal mereka berdua. Diana memulai pembicaraan.
            “Eh, em, Dan, maaf soal kemarin ya.”
            “ya. Gak papa kok. Yaudah, lupain aja. Sejak kejadian kemarin, aku sadar bahwa seburuk-buruk manusia, ia tetap yang terbaik. Kamu adalah orang yang baik banget. Diana, apapun kesalahan kamu, sekarang nggak usah khawatir. Aku akan selalu ngebela kamu. Kalo nggak ada kamu dan kakak kamu, aku sama kakakku nggak akan bisa makan dan uang buat bayar kos-kosan kakakku. Yang penting, kita nggak akan melakukan kesalahan itu dan memperbaikinya aja. Nggak usah difikirin. Kesalahan nggak selalu berujung kebencian. Justru kita harus menjadikan kesalahan sebagai pengalaman yang bisa memberi pengetahuan dan perbaikan. Ya udah, sekarang kita ngerjain soal ini sebisa kita aja.”
            “aku nggak nyangka lho. Kamu bijak banget. Makasih Dana, udah ngasih aku motivasi” dengan muka berbinar-binar, Dana menerima pujian Diana.
            “yeee.... baru nyadar sekarang? oke, sekarang berarti kita teman ya.” Sambil mengunjukkan kelingkingnya, Dana mengatakan ajakannya.
            “oke.” Dianapun membalas ajakan Dana. Diana mengunjukkan kelingkingnya.
###
Siang yang cerah dengan sedikit awan mendung yang menyelimuti, seperti menggambarkan raut wajah Diana yang senang karena bahagia dan sedikit sedih karena sudah rindu kepada orang tuanya. Ia ingin cepat-cepat pulang untuk belajar dan melewati hari ini agar cepat menuju hari esok.
Diana kaget ketika ia mendapati orangtuanya yang sedang menunggunya dari tadi. Dengan perasaan sedikit beramarah karena tidak diberi kabar bercampur dengan rasa ceria, Diana memeluk kedua orang tuanya.
            “mamah! Kok ada disini? Kapan mamah nyampe Jogja?”
            “itu tadi, yaudah kita pulang yuk! Tu dah ditunggu papah di mobil. Tapi, sebelum itu, kita jemput kak Dieno dulu ya! Soalnya, kak Dieno, tadi berangkat Cuma pake angkot. Yuk!” dengan senyum yang manis, Ibu Diana mengajak Putri kesayangannya itu pulang.
            Setelah sampai kampus, Ibu Diana menyuruh Diana untuk memanggil kakaknya. Dianapun mencari-cari ruang kelas kakaknya itu. Diana melihat sosok kakaknya di kantin sekolah. Diana langsung menghampiri pemuda yang sendrian itu.
            “kak!”
            Dieno menengok. “oh, Diana. Kok Disini?”
            “mamah nyuruh aku manggil kakak. Yuk pulang!” ajak Diana.
            “Dieno. Tunggu!” seorang Gadis berwajah imut mendatangi Dieno.
            “eh Aya. Ada apa?” jawab Dieno singkat.
            “aku boleh main kerumahmu nggak besok? Sama temen-temen juga. Boleh?”
            “iya aja kak! Bagian dari PD lho.” Ejek Diana
            “oke. Nggak papa kok!” jawab Dieno.
            Gadis yang bernama Aya itupun pergi meninggalkan kaka beradik itu. “ye. Ngejek banget sih kata-kata lu.” Omel Dieno pada Diana.
            “jadi, sekarang kakak udah nggak menjauh? Cie, yang sekarang udah punya banyak temen. Aku juga udah baikan lho kak sama temen aku. Namanya Dana. Yang kemaren ketemu.”
            “emang di sekolah kalian nggak akur ya?”
            “sebenernya, iya. Soalnya pasti kalo dideket dia, aku ngelakuin kesalahan. Sekarang Dia dah baikan sama aku. Ternyata, Dia orangnya baiiik banget”
            “lebai kamu. Yaudah ah, yuk! Dah ditunggu mamah sama papah kan?”
            “kok kakak tahu? Curang nih. Jadi cuman aku yang nggak tahu mereka dah sampe Jogja tadi pagi?”
            “hehe, iya. Lagian kan juga kamu nggak bawa HP pas sekolah. Jadi kamu nggak tahu deh”
            “iya deh. Aku kalah. Lebih tepatnya sih, ngalah. Hehe”
            “yeee.”
            Sesampainya dirumah, Diana mendapatkan telefon dan Dia mendapat kabar gembira. Diana mendapatkan hadiah dari lombanya karena dia menang juara dua. Ditambah lagi, cerpen karyanya termuat dalam majalah yang mengadakan lomba. Semua keluarga Diana menyalami Diana. Mereka bangga mempunyai anggota keluarga yang bisa mengharumkan nama keluarga.
            Keesokan harinya, semua teman-teman Diana termasuk Dana menyalami dan menyelamati Diana karena telah menang lomba. Semua guru yang mengajar kelasnya juga tak lupa menyelamati Diana karena telah mengharumkan nama sekolahnya. Diana sekarang tidak lagi canggung untuk menghadapi kenyataan hidupnya. Kebahagiaan Diana menjadi sempurna jika ditambah dengan kehadiran orang tuanya dan kebersamaannya dengan teman-temannya. Diana sadar bahwa kesalahan bukanlah penghambat untuk masa depan. Kita hanyalah cukup memperbaiki dan tak melakukannya lagi. Dan, dibalik cobaan, selalu ada skenario Indah dari Tuhan. Juga nasib, yang sebenarnya menentukan Tuhan tetapi kita harus menyikapinya dengan baik dan selalu menyukurinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar